Aditya Wicaksana | Yogyakarta | 14 October 2013
Defisit ekonomi, lingkungan, kepemilikan senjata api, Timur Tengah, Korea Utara, Cina, Iran, dan pelayanan kesehatan. Kesemua ini hanyalah beberapa tantangan yang tengah dihadapi Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, sebagaimana dia memutuskan untuk kembali mencalonkan dirinya dan kembali menjadi presiden Amerika Serikat untuk termin ke 57.
Masalah ekonomi; warisan hutang $4 triliun dollar Amerika dari George W. Bush, ditambah $6 triliun dari 4 tahun kepemimpinannya sebelumnya, nampaknya krisis tersebut akan sangat sulit diselesaikan dalam waktu 4 tahun ke depan. Keeping America’s head above water, mungkin paling tidak menjadi hal terbaik yang dapat dia lakukan dalam rentang waktu 4 tahun ke depan. Dan menjadi pekerjaan rumah pejabat setelah dia untuk benar-benar memulai menyelesaikan masalah-masalah ekonomi.
Termin kedua Obama telah memberikan kepadanya kesempatan untuk mengamankan Gedung Putih dalam tangan Demokrat untuk beberapa generasi ke depan. Mengesampingkan politik luar negeri, bilamana Obama dapat menuntaskan masalah-masalah ekonomi, menyelesaikan masalah-masalah terkait pelayanan kesehatan, lingkungan, imigrasi dan senjata, maka dia akan secara otomatis mengamankan kemenangan electoral college bagi Demokrat pada 2016, 2020, atau bahkan 2024.
Tentunya, hal-hal tersebut adalah tugas yang sangat berat; pun sedikit Presiden yang lebih gigih dibanding dia dalam hal mendapatkan dukungan lintas partai. Dengan Republican House dan Democrate Senate, he needs to be. Dalam pidato inaugurasinya, Obama berkata, “We are made for this moment, and we will seize it – so long as we seize it together”.
Kendati kemauannya yang sangat gigih untuk mendapatkan support, Obama tidak mempunyai power yang sama dalam kongres seperti yang Clinton miliki, dengan ekonomi yang berkembang. Clinton dapat dengan mudah menjalankan fungsi legislatif, dengan pengecualian pelayanan kesehatan. On that note, dengan hadirnya ‘Obamacare’, 24 juta rakyat Amerika tanpa asuransi, sekarang memiliki kebutuhan untuk mengaksesnya.
IMIGRASI
Tidak ada strategi yang jelas di bawah GOP dalam konteks keimigrasian, yang mana hal ini berpotensi membawa kekacauan pada Partai Republik. Obama jelas menyatakan, “I believe that we can get comprehensive immigration reform passed and that is going to mean that America can continue to be a nation of laws, but also a nation of immigrants, and attract the best and the brightest from all around the world. And if we push and we stay focused, we’ve got the opportunity to get this done over the next couple of months.”
Reformasi keimigrasian diharapkan tidak hanya berperan dalam memberikan roadmap kewarganegaraan kepada 11 juta imigran ilegal, namun juga diharapkan dapat membuat alur yang lebih cepat dan mulus kepada mereka para professional yang terampil dan berkualitas dari negara-negara, seperti India contohnya. Niscaya, Demokrat dapat mengandalkan 11 juta orang tersebut.
Republikan tidak lagi merefleksikan diri pada pandangan diversity of America, dan sebagai hasilnya dihadapkan tantangan demografis utama – rasisme. Jajak pendapat pun menegaskan bahwasanya Partai Republikan telah menjadi partai bagi para kulit putih. Mitt Romney mendapatkan suara dari pemilih kulit putih sebanyak 20 persen poin, di atas yang didapatkan kandidat Republikan lainnya pada 2008, John McCain.
Isunya adalah, pemilih kulit putih di Amerika mengalami penyusutan. 72% pada 2012, yang mana turun dari 74% pada 2008 dan 87% pada 1992.
KONTROL TERHADAP SENJATA API
Sehubungan dengan pengendalian terhadap kepemilikan senjata api, masih kental diingatan kita, tragedi penembakan dan pembunuhan massal yang terjadi di Sandy Hook, New Jersey. Dalam pengendalian kepemilikan senjata api, Obama tahu betul bahwa dia memiliki perjalanan yang sulit, tidak hanya dengan adanya hak menggunakan senjata yang tertulis dalam konstitusi, namun juga dengan Republican House.
Obama mengatakan, “I believe that we have a chance, after 30 years of doing almost nothing, to reduce gun violence in our society”.
Apabila Obama dapat mencapai setengah dari cita-cita politiknya, mencoba dan mampu untuk menangani isu-isu fiskal Amerika, dan menghindari fenomena gunung es ekonomi Amerika, maka dia akan meninggalkan Amerika Serikat dalam keadaan yang lebih baik pada 2016 dibandingkan saat dia terpilih pertama kali pada 2008, dengan meninggalkan keuntungan dan manfaat tentunya bagi Hillary Clinton, Joe Biden, atau Andrew Cuomo.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta angkatan 2010.